07 July 2025
nihilisme dan makna hidup

Nihilisme: Pandangan Filosofis dan Pemaknaan Kehidupan di Usia 20-an

Radio Heartline Lampung – Nihilisme: Pandangan Filosofis dan Pemaknaan Kehidupan di Usia 20-an

Banyak orang di usia 20-an sering merasa hampa, kosong, atau gagal dalam memaknai kehidupan. Disela-sela kesibukan dan tekanan sosial, muncul pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti “Untuk apa saya hidup?”, “Apa tujuan hidup saya?”, atau “Setelah tercapai, lalu apa lagi?”. Pikiran-pikiran ini wajar, karena manusia memang makhluk berpikir.

Fenomena kehampaan, demotivasi, dan pesimisme ini dalam filsafat dikenal dengan istilah nihilisme. Konsep nihilisme berakar dari kata Latin nihil yang berarti “tidak ada”. Artinya, nihilisme adalah pandangan bahwa semua nilai hidup itu sebenarnya tidak bermakna atau tidak mutlak berlaku bagi semua orang.

Tokoh yang sering dikaitkan dengan nihilisme adalah Friedrich Nietzsche. Ia mempopulerkan gagasan bahwa manusia harus berani meruntuhkan nilai-nilai lama demi membangun makna baru dalam hidup. Selain itu, filsuf abad ke-20 Hannah Arendt berpendapat bahwa nihilisme tidak perlu dianggap berbahaya, melainkan sebagai risiko wajar dari tindakan berpikir manusia.

Mengapa Nihilisme Marak di Usia 20-an?

Pada usia 20-an, banyak orang berada dalam fase pencarian jati diri. Mereka sedang mengeksplorasi berbagai hal, mencoba banyak pengalaman, dan mencari zona nyaman. Dengan semangat wild and free, energi yang berlimpah membuat anak muda terkadang mencoba terlalu banyak hal sekaligus.

Akibatnya, muncul kebingungan, kelelahan mental, hingga merasa hidup ini kosong dan tidak berarti. Inilah yang memicu fenomena nihilisme, di mana seseorang mempertanyakan kembali nilai-nilai yang sebelumnya dipegang, serta menantang makna hidupnya sendiri.

Tidak sedikit anak muda yang akhirnya salah mengambil keputusan akibat nihilisme ini. Mereka merasa semua usaha sia-sia, tujuan hidup kabur, dan motivasi turun drastis.

Bagaimana Mengatasi Nihilisme?

Meski nihilisme adalah proses wajar dalam perkembangan berpikir, tetap perlu diantisipasi agar tidak menjerumuskan pada sikap putus asa. Berikut beberapa cara memaknai hidup agar terhindar dari nihilisme berlebihan:

1. Nikmati Proses Hidup
Sekecil apa pun aktivitasmu, cobalah untuk menikmatinya. Catat hal-hal kecil, syukuri prosesnya, dan hargai setiap langkah yang kamu jalani. Dengan begitu, kamu akan lebih peka melihat makna di balik rutinitas.

2. Berikan Jeda untuk Diri Sendiri
Usia 20-an memang fase mencoba banyak hal, namun tidak semua harus dilakukan bersamaan. Beri waktu untuk beristirahat, melakukan refleksi, dan mengatur ulang prioritas.

3. Sadar Tujuan Hidup
Setiap orang butuh tujuan, baik melalui agama, filosofi, atau pengalaman hidup. Luangkan waktu untuk menemukan nilai dan arah hidupmu sendiri. Bahkan jika kamu memilih jalur “nothing matters” ala nihilisme, pastikan tetap punya kesadaran bahwa kamu berhak merdeka dari ekspektasi orang lain, dan tetap hidup secara otentik.

Pada akhirnya, memaknai hidup bukan berarti harus melakukan sesuatu yang besar. Justru kesadaran atas hal-hal kecil membuat kita memahami betapa berwarnanya kehidupan ini.

Seperti kata pepatah, “Hidup ini bukan hanya tentang hasil, tetapi tentang perjalanan.” Dengan memahami bahwa kita adalah bagian kecil dari semesta yang luas, kita bisa lebih tenang dan bersyukur menjalani kehidupan apa adanya.

Sumber: https://satupersen.net/blog/pandangan-dan-tujuan-hidup-dari-filosofi-nihilism

Ikuti media sosial Radio Heartline FM Tangerang: