Rokok Batangan Perbesar Persentase Konsumsi Rokok Di Indonesia
Dalam Diseminasi Hasil Penelitian: Densitas dan Aksesibilitas Rokok Batangan Anak-Anak Usia Sekolah pada Rabu (16/6) lalu telah menyadarkan Indonesia untuk segera memerangi peredaran dan konsumsi rokok batangan.
Berdasarkan data International Health Metric Evaluation (IHME) tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian yang tinggi akibat paparan rokok, termasuk penyakit jantung dan berbagai jenis kanker. Data klaim BPJS Kesehatan juga menyebutkan bahwa penyakit akibat rokok seperti penyakit jantung menempati urutan pertama dengan biaya sebesar 10,6 triliun dan kanker sebesar 3,4 triliun pada 2018.
Ketua Peneliti, Risky Kusuma Hartono, Ph.D mengungkapkan bahwa opsi kebijakan restriksi yang paling banyak didukung oleh penjual untuk berniat berhenti menjual rokok, yaitu larangan menjual rokok di lingkungan perumahan atau zoning di sekitar area sekolah (37,1%), disusul dengan penjual rokok harus memiliki lisensi (17,7%).
Para penanggap dari beberapa kementerian merespons hasil penelitian PKJS-UI hari ini.
“Untuk target penurunan prevalensi perokok, yang paling penting adalah upaya untuk pembatasan sampai pada pelarangan. Bagaimana upaya kegiatan-kegiatan dalam menurunkan target itu, salah satunya dengan edukasi.” ujar Ojak Simon Manurung, Direktur Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan RI.
Perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr. Endang Sri Wahyuningsih, menyampaikan harapannya dari hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi dan dasar untuk menyusun regulasi tentang upaya pengendalian tembakau di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, Bapak Budiono, Ditjen Bangda Kementerian Dalam Negeri RI, dan Bapak Irsyad Zamzani dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, mengungkapkan bahwa hasil studi ini dapat ditindaklanjuti dengan adanya suatu regulasi pelarangan penjualan rokok melalui Pergub atau Perda untuk menjangkau implementasi di daerah-daerah.
“Perlu kolaborasi antar Kementerian/Lembaga untuk menurunkan prevalensi perokok, bukan hanya satu kementerian saja, termasuk kebijakan fiskal juga perlu disinergikan dengan bijakan non-fiskal lainnya,” jelas Sarno, perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI.
Berdasarkan hasil penelusuran kepadatan warung rokok eceran di DKI Jakarta, menunjukkan:
- Terdapat 8,371 warung rokok eceran di DKI Jakarta dengan warung rokok terbanyak berada di wilayah Jakarta Timur (3.085 warung rokok) dan Jakarta Barat (2.139 warung rokok).
- Apabila dibandingkan dengan luas wilayah per km2, secara rata-rata terdapat ± 15 warung rokok eceran setiap 1 km2 di DKI Jakarta.
- Sedangkan apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk, didapati bahwa terdapat ± 1 warung rokok eceran setiap 1.000 penduduk di DKI Jakarta.
- Berdasarkan lokasi sekolah (SD, SMP, SMA/SMK), terdapat ± 8 warung rokok eceran di setiap area sekitar sekolah di DKI Jakarta. Sebanyak 61,2% warung rokok berlokasi ≤100 meter dari area sekolah.
Ketua PKJS-UI, Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D menambahkan pengendalian konsumsi rokok melalui pelarangan penjualan rokok batangan juga memerlukan koordinasi bersama, terutama kerja sama lintas sektor, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Dalam mengendalikan prevalensi perokok, terutama prevalensi perokok usia 10-18 tahun di Indonesia, dibutuhkan gerakan bersama. Adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan regulasi di Pemerintahan,” tutup Aryana Satrya. [JAW_HL]
Ikuti media sosial Radio Heartline FM Tangerang: